Lirik Lagu

masuk ke Lirik dan Chord Lagu untuk mencari informasi tentang lirik dan chord lagu-lagu rohani .

Monday, November 17, 2014

TENTANG MEMPAWAH

Kerajaan Mempawah bermula dari sebuah kerajaan Dayak yang berkedudukan di dekat pegunungan Sidiniang, Sangking, Mempawah Hulu yang berdiri kira-kira tahun 1340 Masehi. Kerajaan yang dipimpin oleh Patih Gumantar itu disebut-sebut sebagai pecahan kerajaan Matan/Tanjungpura. Kerajaan ini sangat populer pada zamannya. Patih Gumantar juga telah mengajak Patih Gajahmada dari kerajaan Majapahit mengadakan kunjungan dalam menyatukan Nusantara. Kunjungan ini kemungkinan besar dilaksanakan sesudah lawatan Gajahmada ke kerajaan Muang Thai dalam membendung serangan kerajaan Mongol. Saat itu Gajahmada memberikan hadiah Keris Susuhan yang masih tersimpan sampai saat ini di Hulu Mempawah. Kerajaan ini harus berakhir ketika kira-kira tahun 1400 Patih Gumantar tewas terkayau oleh serangan suku Biaju/Miaju.
Sekitar tahun 1610 kerajaan ini bangkit dan dilangsungkan di bawah kekuasaan Raja Kudung/Kodong. Pusat pemerintahan kerajaan Dayak ini berada di Pekana, Karangan. Istrinya bernama Puteri Berkelim.
Setelah Raja Kodong wafat pada tahun 1680, pemerintahan digantikan oleh Raja Senggauk/Sengkuwuk. Ibukota kerajaan dipindhkan dari Pekana ke Senggauk, hulu sungai Mempawah. Raja Dayak ini beristrikan putri Kerajaan Batu Rizal Indragiri Sumatera yang bernama Putri Cermin. Putri Raja Kodong yang bernama Utin Indrawati kemudian dinikahi Panembahan Muhammad Zainudin, putra Kerajaan Tanjungpura.
Putri Kesumba, cucu Raja Senggauk dari Panembahan Muhammad Zainudin kemudian menikah dengan Opu Daeng Menambon, bergelar Pangeran Mas Surya Negara dari kerajaan Luwuk yang berdiam di Kerajaan Tanjungpura. Opu Daeng Menambon kemudian diangkat sebagai raja. Ia memindahkan pusat kerajaan ke daerah Sebukit Rama.
Tahun 1766 setelah wafatnya Opu Daeng Menambon, putra mahkota bergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma Jaya naik takhta. Adiwijaya terkenal anti penjajahan dan pada masanya perlawanan terhadap Belanda pernah terjadi di daerah Galaherang, Sebukit Rama dan Sangking.
Tahun 1840 takhta diserahkan kepada putra mahkota Gusti Jati. Kota pusat kerajaan dibangun di pulau Pedalaman, tempat bekas pendudukan Belanda. Ibukota pusat pemerintahan dinamakan Mempawah, satu nama yang diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh di hulu sungai Mempawah, yakni pohon Mempauh.
Pada zaman pemerintahan Gusti Jati terjadi serangan Sultan Kasim dari kerajaan Pontianak yang mengakibatkan mundurnya Gusti Jati ke daerah kerajaan lama, walau Sultan Kasim berhasil diusir mundur ke Pontianak. Tahun 1831 Belanda memanfaatkan kesempatan dengan menobatkan Gusti Amin menduduki kursi pemerintahan. Raja-raja berikutnya juga merupakan boneka Belanda. Setelah raja Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin ditangkap Jepang pada tahun 1944, Jepang mengangkat raja Gusti Mustaan sebagai pemangku jabatan Wakil panembahan karena putra mahkota masih terlalu muda. Putra mahkota tertua, Drs Jimmy Ibrahim, kemudian tidak melanjutkan pemerintahan karena penghapusan swapraja di Indonesia.

Wednesday, November 12, 2014

KERAJAAN SAMBAS

Kesultanan Sambas adalah kesultanan yang terletak di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat sekarang, tepatnya berpusat di Kota Sambas. Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran "Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi. Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono.
Pada saat itu di pesisir dan tengah wilayah Sungai Sambas ini telah sejak ratusan tahun didiami oleh orang-orang Melayu yang telah mengalami asimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir dimana karena saat itu wilayah ini sedang tidak ber-Raja (sepeninggal Raja Tan Unggal) maka kedatangan rombongan Bangsawan Majapahit ini berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik. Rombongan Bangsawan Majapahit ini kemudian menetap di hulu Sungai Sambas yaitu di suatu tempat yang sekarang disebut dengan nama "Kota Lama". Setelah sekitar lebih dari 10 tahun menetap di "Kota Lama" dan melihat keadaan wilayah Sungai Sambas ini aman dan kondusif maka kemudian para Bangsawan Majapahit ini mendirikan sebuah Panembahan / Kerajaan hindu yang kemudian disebut dengan nama "Panembahan Sambas". Raja Panembahan Sambas ini bergelar "Ratu" (Raja Laki-laki)dimana Raja yang pertama tidak diketahui namanya yang kemudian setelah wafat digantikan oleh anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban, setelah Ratu Timbang Paseban wafat lalu digantikan oleh Adindanya yang bergelar Ratu Sapudak. Pada masa Ratu Sapudak inilah untuk pertama kalinya diadakan kerjasama perdagangan antara Panembahan Sambas ini dengan VOC yaitu pada tahun 1609 M.
Pada masa Ratu Sapudak inilah rombongan Sultan Tengah (Sultan Sarawak ke-1) bin Sultan Muhammad Hasan (Sultan Brunei ke-9) datang dari Kesultanan Sukadana ke wilayah Sungai Sambas dan kemudian menetap di wilayah Sungai Sambas ini (daerah Kembayat Sri Negara. Anak laki-laki sulung Sultan Tangah yang bernama Sulaiman kemudian dinikahkan dengan anak bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu sehingga nama Sulaiman kemudian berubah menjadi Raden Sulaiman. Raden Sulaiman inilah yang kemudian setelah keruntuhan Panembahan Sambas di Kota Lama mendirikan Kerajaan baru yaitu Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman menjadi Sultan Sambas pertama bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin I yaitu pada tahun 1675 M.