Tiga bulan setelah ayahnya wafat pada tahun 1184 Hijriah di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan
saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru.
Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti.
Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman
bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan
nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun
Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk
tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke
hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan salat zuhur itu
kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Ketika menyusuri Sungai Kapuas,
mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu
Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta
keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak.
Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar
memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan
perjalanan menyusuri Sungai Kapuas.
Menjelang subuh 14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.
Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif
Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat
tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami dan Keraton Kadariah.
Akhirnya pada tanggal 8 bulan Sya'ban 1192 Hijriah,bertepatan dengan hari Senin dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie.
Dibawah kepemimpinannya kerajaan Pontianak berkembang sebagai kota pelabuhan dan perdagangan yang cukup disegani.
No comments:
Post a Comment